background image

Senin, 06 Mei 2013

Kisah Sahabat Nabi


Abu Ayyub Al Anshari
(Jiwa Muda Tiada Henti)

Siapa yang tidak kenal sosok Abu Ayyub Al Anshari? beliau adalah salah seorang sahabat nabi dari kaum Anshar. Abu Ayyub Al-Ansari berasal dari Bani Najjar, Ia mendapatkan kehormatan menjadi tuan rumah ketika Nabi Muhammad SAW hijrah dari Mekkah ke Madinah. Betapa senangnya ia, karena Nabi Besar Saw mau tinggal di rumahnya yang sederhana.
Saat Nabi Muhammad Saw berhijrah ke Madinah, beliau Saw disambut oleh penduduk Madinah dengan meriahnya. Sosok Rasulullah Saw sangat dikagumi oleh kaum muslimin di Madinah, semua penduduk Madinah membuka pintu dan berharap Rasulullah bersedia tinggal di rumahnya. Para pemimpin Madinah memohon pula kepada Beliau Saw, agar mau tinggal di rumah mereka. Namun Rasul saw bersabda “Biarlah untaku ini berjalan sesuai kehendaknya. Dimanapun ia berhenti, maka di sanalah saya akan tinggal”.
Unta berjalan tanpa dikendalikan, orang-orang Anshar yang rumahnya hanya dilewati merasa kecewa. Dan kemuliaan itu ternyata jatuh pada Khalid bin Zaid bin Kulaib, atau yang lebih dikenal dengan nama Abu Ayyub al Anshari RA. Unta itu menderum, tetapi Nabi SAW belum mau turun, unta berdiri lagi dan berjalan beberapa langkah, kemudian kembali ke tempat semula dan menderum, barulah Nabi SAW turun.
Nabi SAW tinggal di rumah Abu Ayyub sekitar tujuh bulan. Setelah masjid selesai dibangun, Nabi SAW pindah ke kamar-kamar yang dibangun di sekitar masjid.
Abu Ayyub mempunyai kebiasaan untuk menyimpan makanan atau susu yang disiapkan untuk Nabi SAW. Pada suatu ketika Nabi SAW tidak datang sampai agak siang, sehingga Abu Ayyub beranggapan Nabi SAW tidak mampir pada hari itu, dan ia memberikan jatah tersebut pada keluarganya, kemudian ia berangkat ke kebun. Tetapi tak lama kemudian Nabi SAW beserta Abu Bakar dan Umar datang di rumahnya, tetapi hanya menjumpai istrinya.
Ketika mengetahui kehadiran Nabi SAW di rumahnya, Abu Ayyub segera meninggalkan kebunnya, ia sempatkan memetik beberapa tangkai kurma kering, kurma masak dan kurma muda. Ia menyambut kehadiran tamu-tamunya dengan hangat dan menyuguhkan kurma yang dibawanya. Nabi SAW bersabda, "Apa yang engkau maksudkan? Mengapa tidak engkau petik kurma kering saja untuk kami?"
"Wahai Rasulullah," Kata Abu Ayyub, "Aku ingin tuan memakan kurma ini sambil menunggu aku menyembelih seekor kambing untuk tuan."
Abu Ayyub berlalu untuk menyembelih kambing, sebagian dagingnya dipanggang dan sebagian digulai. Ia juga menyuruh istrinya untuk membuat roti. Setelah semua siap, makanan itu dihidangkan kepada Nabi SAW dan dua sahabatnya tersebut. Nabi SAW mengambil satu potong roti dan meletakkan daging kambing di atasnya, dan berkata kepada Abu Ayyub, "Antarkanlah makanan ini kepada Fathimah, karena sudah beberapa hari ia tidak makan makanan seperti ini."
Abu Ayyub berlalu mengantarkan makanan kepada Fathimah seperti yang diperintahkan Nabi SAW. Beliau dan dua sahabatnya, Abu Bakar dan Umar tampak sangat menikmati jamuan yang diberikan Abu Ayyub. Bisa jadi telah berhari-hari lamanya tiga orang mulia tersebut tidak menikmati makanan selezat itu. Hal itu sangat menggembirakan hati Abu Ayyub dan istrinya.
Ketika selesai makan dan akan kembali bersama kedua sahabatnya, beliau berpesan agar Abu Ayyub menemui beliau besoknya. Ketika menemui Nabi SAW keesokan harinya, beliau memberikan seorang budak perempuan miliknya kepada Abu Ayyub sambil bersabda, "Hai Abu Ayyub, nasehatilah dia dan perlakukan dia dengan baik, karena selama bersama kami hanya kebaikan saja yang kami dapati dalam dirinya."
Abu Ayyub membawa budak itu pulang, dan sampai di rumah ia berembug dengan istrinya, dan berkata, "Untuk memenuhi wasiat Nabi SAW, tidak ada yang lebih baik bagi budak ini kecuali kebebasannya." Iapun memerdekakan budak perempuan pemberian Nabi SAW tersebut.

Tumbuhnya Jiwa Muda Abu Ayyub Al Anshari
Abu Ayyub Al-Ansari mengikuti setiap pertempuran dalam membela Islam. Sampai pada zaman Muawiyah bin Abu Sufyan, ia ikut bertempur melawan kekaisaran Romawi. Pada zaman pemerintahan Muhammad Al-Fatih memerintah Kesultanan Utsmaniyah, Ia dijadikan idola sebagai pahlawan yang membebaskan kota Konstantinopel.
Dalam suatu riwayat yang mutawatir dituturkan oleh Imam Ahmad, dikisahkan Nabi Muhammad dan para sahabatnya duduk dan mengaji, saat itu Beliau Nabi Saw tiba-tiba ditanya tentang kota manakah yang akan takluk terlebih dahulu, Konstantinopel atau Roma? lalu Rasulullah Saw menjawab “Madinnati Hirokla taftahu awalan yakni Kustontiniat”, artinya kotanya kaisar Heraklius yang akan ditaklukan terlebih dahulu yaitu Konstantinopel. Lalu Nabi Saw meneruskan Hadisnya “Lataftakhanal Kustontiniat, fa la ni’mal amiru amiruha, wa la ni’mal jaizu zdalika jaiz”, Konstantinopel pasti kalian taklukan, sehebat-hebatnya panglima perang adalah panglima perangnya dan seistimewa-istimewa pasukan adalah pasukan itu (HR. Ahmad). Rasul saw juga menggambarkan bahwa penakluk Konstantinopel adalah seorang laki-laki dengan pasukan yang istimewa.
Saat mendengar penjelasan dari Nabi Muhammad Saw tentang Konstantinopel, Abu Ayyub Al Anshari seakan mendapatkan sesuatu di jiwanya, dia merasa seakan-akan waktu diputar mundur puluhan tahun ke belakang, seakan dia kembali menjadi pemuda dua puluhan tahun, seakan jiwa remaja belasan tahun bangkit dan bergejolak di dadanya. Saat itu juga Abu Ayyub al-Anshari bertekad untuk menjadi sehebat-hebatnya panglima perang dan menaklukkan Konstantinopel.
Dalam setiap pertempurannya baik melawan kafir Quraisy maupun Romawi, Abu Ayyub tidak pernah ketinggalan, dia bahkan hampir saja syahid ketika terjadi perang Mut’ah, saat 3000 pasukan muslim menghadapi 100000 pasukan Romawi di wilayah Palestina.

Ketangguhan Abu Ayyub
Saat Muawiyah bin Abu Sufyan memegang pemerintahan Khilafah Islam, saat itu beliau memerintahkan untuk menaklukan Konstantinopel, dia memerintahkan anaknya yaitu Yazid untuk memimpin pasukan, namun Abu Ayyub yang saat itu sudah berumur sekitar 75 tahun memaksa agar dia ikut dan dia sebagai panglima perang utama pasukan yang akan menyerang Konstantinopel. Sehingga Khalifah Muawiyah akhirnya mengijinkan. Perlu kalian ketahui bahwa Konstantinopel adalah ibukota Kekaisaran Bizantium yang saat itu adalah sebuah Negara Adidaya dan penjajah dan tak pernah terkalahkan.
Untuk menaklukan Konstantinopel Khalifah Muawiyah mengerahkan sekitar 70000 prajurit yang dipimpin oleh Abu Ayyub Al Anshari, dan didampingi oleh Yazid bin Muawiyah, putra Muawiyah.
Saat pasukan sampai ke semenanjung Anatolia ( Turki ), Abu Ayyub mendadak sakit karena kelelahan, badan beliau begitu lemahnya, dan tidak mungkin untuk berperang. Kemudian Yazid bertanya kepada Abu Ayyub, “wahai Abu Ayyub, kita batalkan saja misi penaklukan Konstantinopel ini, kita kembali saja”. Namun, Abu Ayyub menolak, dia sepertinya sudah merasakan bahwa ajalnya sudah dekat, kemudian dia berwasiat kepada Yazid bin Muawiyah agar tetap maju bersamanya untuk menyerang Konstantinopel, dan jika dia mati agar dikuburkan di posisi paling depan pasukannya.
Tak berapa lama Abu Ayyub pun meninggal dunia, kemudian saat itulah terjadi pertempuran di Tanjung tanduk emas, dalam pertempuran melawan tentara Bizantium pasukan kaum muslimin kalah, namun secara diam-diam mereka berhasil memakamkan jenazah Abu Ayyub Al Anshari di dekat Benteng Konstantinopel.
Semangat beliaulah yang perlu kita teladani. Semangatnya memberikan motivasi kepada kita sebagai seorang pemuda. Fisik beliau yang sudah renta dan lemah tidak menghalangi semangat yang menggelora di dada, ingin membuktikan Bisyarah Nabi Muhammad Idola beliau.* Suratman, BA

0 komentar:

Posting Komentar