Abu Ayyub Al
Anshari
(Jiwa Muda Tiada
Henti)
Siapa
yang tidak kenal sosok Abu Ayyub Al Anshari? beliau adalah salah seorang
sahabat nabi dari kaum Anshar. Abu Ayyub Al-Ansari berasal dari Bani Najjar, Ia mendapatkan kehormatan menjadi tuan rumah ketika Nabi
Muhammad SAW hijrah dari Mekkah
ke Madinah. Betapa senangnya ia, karena Nabi Besar Saw mau tinggal di
rumahnya yang sederhana.
Saat
Nabi Muhammad Saw berhijrah ke Madinah, beliau Saw disambut oleh penduduk
Madinah dengan meriahnya. Sosok Rasulullah Saw sangat dikagumi oleh kaum
muslimin di Madinah, semua penduduk Madinah membuka pintu dan berharap Rasulullah
bersedia tinggal di rumahnya. Para pemimpin Madinah memohon pula kepada Beliau
Saw, agar mau tinggal di rumah mereka. Namun Rasul saw bersabda “Biarlah untaku
ini berjalan sesuai kehendaknya. Dimanapun ia berhenti, maka di sanalah saya
akan tinggal”.
Unta
berjalan tanpa dikendalikan, orang-orang Anshar yang rumahnya hanya dilewati
merasa kecewa. Dan kemuliaan itu ternyata jatuh pada Khalid bin Zaid bin
Kulaib, atau yang lebih dikenal dengan nama Abu Ayyub al Anshari RA. Unta itu
menderum, tetapi Nabi SAW belum mau turun, unta berdiri lagi dan berjalan
beberapa langkah, kemudian kembali ke tempat semula dan menderum, barulah Nabi
SAW turun.
Nabi
SAW tinggal di rumah Abu Ayyub sekitar tujuh bulan. Setelah masjid selesai
dibangun, Nabi SAW pindah ke kamar-kamar yang dibangun di sekitar masjid.
Abu
Ayyub mempunyai kebiasaan untuk menyimpan makanan atau susu yang disiapkan
untuk Nabi SAW. Pada suatu ketika Nabi SAW tidak datang sampai agak siang,
sehingga Abu Ayyub beranggapan Nabi SAW tidak mampir pada hari itu, dan ia
memberikan jatah tersebut pada keluarganya, kemudian ia berangkat ke kebun.
Tetapi tak lama kemudian Nabi SAW beserta Abu Bakar dan Umar datang di
rumahnya, tetapi hanya menjumpai istrinya.
Ketika
mengetahui kehadiran Nabi SAW di rumahnya, Abu Ayyub segera meninggalkan
kebunnya, ia sempatkan memetik beberapa tangkai kurma kering, kurma masak dan
kurma muda. Ia menyambut kehadiran tamu-tamunya dengan hangat dan menyuguhkan
kurma yang dibawanya. Nabi SAW bersabda, "Apa yang engkau maksudkan?
Mengapa tidak engkau petik kurma kering saja untuk kami?"
"Wahai
Rasulullah," Kata Abu Ayyub, "Aku ingin tuan memakan kurma ini sambil
menunggu aku menyembelih seekor kambing untuk tuan."
Abu
Ayyub berlalu untuk menyembelih kambing, sebagian dagingnya dipanggang dan
sebagian digulai. Ia juga menyuruh istrinya untuk membuat roti. Setelah semua
siap, makanan itu dihidangkan kepada Nabi SAW dan dua sahabatnya tersebut. Nabi
SAW mengambil satu potong roti dan meletakkan daging kambing di atasnya, dan
berkata kepada Abu Ayyub, "Antarkanlah makanan ini kepada Fathimah, karena
sudah beberapa hari ia tidak makan makanan seperti ini."
Abu
Ayyub berlalu mengantarkan makanan kepada Fathimah seperti yang diperintahkan
Nabi SAW. Beliau dan dua sahabatnya, Abu Bakar dan Umar tampak sangat menikmati
jamuan yang diberikan Abu Ayyub. Bisa jadi telah berhari-hari lamanya tiga
orang mulia tersebut tidak menikmati makanan selezat itu. Hal itu sangat
menggembirakan hati Abu Ayyub dan istrinya.
Ketika
selesai makan dan akan kembali bersama kedua sahabatnya, beliau berpesan agar
Abu Ayyub menemui beliau besoknya. Ketika menemui Nabi SAW keesokan harinya,
beliau memberikan seorang budak perempuan miliknya kepada Abu Ayyub sambil
bersabda, "Hai Abu Ayyub, nasehatilah dia dan perlakukan dia dengan baik,
karena selama bersama kami hanya kebaikan saja yang kami dapati dalam
dirinya."
Abu
Ayyub membawa budak itu pulang, dan sampai di rumah ia berembug dengan
istrinya, dan berkata, "Untuk memenuhi wasiat Nabi SAW, tidak ada yang
lebih baik bagi budak ini kecuali kebebasannya." Iapun memerdekakan budak
perempuan pemberian Nabi SAW tersebut.
Tumbuhnya Jiwa Muda Abu Ayyub Al
Anshari
Abu
Ayyub Al-Ansari mengikuti setiap pertempuran dalam membela Islam. Sampai pada zaman Muawiyah bin Abu Sufyan, ia ikut bertempur melawan kekaisaran Romawi. Pada zaman
pemerintahan Muhammad Al-Fatih
memerintah Kesultanan Utsmaniyah,
Ia dijadikan idola sebagai pahlawan yang membebaskan kota Konstantinopel.
Dalam
suatu riwayat yang mutawatir dituturkan oleh Imam Ahmad, dikisahkan Nabi
Muhammad dan para sahabatnya duduk dan mengaji, saat itu Beliau Nabi Saw
tiba-tiba ditanya tentang kota manakah yang akan takluk terlebih dahulu,
Konstantinopel atau Roma? lalu Rasulullah Saw menjawab “Madinnati Hirokla
taftahu awalan yakni Kustontiniat”, artinya kotanya kaisar Heraklius yang
akan ditaklukan terlebih dahulu yaitu Konstantinopel. Lalu Nabi Saw meneruskan
Hadisnya “Lataftakhanal Kustontiniat, fa la ni’mal amiru amiruha, wa la
ni’mal jaizu zdalika jaiz”, Konstantinopel pasti kalian taklukan,
sehebat-hebatnya panglima perang adalah panglima perangnya dan seistimewa-istimewa
pasukan adalah pasukan itu (HR. Ahmad). Rasul saw juga menggambarkan bahwa
penakluk Konstantinopel adalah seorang laki-laki dengan pasukan yang istimewa.
Saat
mendengar penjelasan dari Nabi Muhammad Saw tentang Konstantinopel, Abu Ayyub
Al Anshari seakan mendapatkan sesuatu di jiwanya, dia merasa seakan-akan waktu
diputar mundur puluhan tahun ke belakang, seakan dia kembali menjadi pemuda dua
puluhan tahun, seakan jiwa remaja belasan tahun bangkit dan bergejolak di
dadanya. Saat itu juga Abu Ayyub al-Anshari bertekad untuk menjadi
sehebat-hebatnya panglima perang dan menaklukkan Konstantinopel.
Dalam
setiap pertempurannya baik melawan kafir Quraisy maupun Romawi, Abu Ayyub tidak
pernah ketinggalan, dia bahkan hampir saja syahid ketika terjadi perang Mut’ah,
saat 3000 pasukan muslim menghadapi 100000 pasukan Romawi di wilayah Palestina.
Ketangguhan Abu Ayyub
Saat Muawiyah bin Abu Sufyan memegang
pemerintahan Khilafah Islam, saat itu beliau memerintahkan untuk menaklukan
Konstantinopel, dia memerintahkan anaknya yaitu Yazid untuk memimpin pasukan,
namun Abu Ayyub yang saat itu sudah berumur sekitar 75 tahun memaksa agar dia
ikut dan dia sebagai panglima perang utama pasukan yang akan menyerang
Konstantinopel. Sehingga Khalifah Muawiyah akhirnya mengijinkan. Perlu kalian
ketahui bahwa Konstantinopel adalah ibukota Kekaisaran Bizantium yang saat itu
adalah sebuah Negara Adidaya dan penjajah dan tak pernah terkalahkan.
Untuk menaklukan Konstantinopel Khalifah
Muawiyah mengerahkan sekitar 70000 prajurit yang dipimpin oleh Abu Ayyub Al
Anshari, dan didampingi oleh Yazid bin Muawiyah, putra Muawiyah.
Saat pasukan sampai ke semenanjung Anatolia (
Turki ), Abu Ayyub mendadak sakit karena kelelahan, badan beliau begitu
lemahnya, dan tidak mungkin untuk berperang. Kemudian Yazid bertanya kepada Abu
Ayyub, “wahai Abu Ayyub, kita batalkan saja misi penaklukan Konstantinopel ini,
kita kembali saja”. Namun, Abu Ayyub menolak, dia sepertinya sudah merasakan
bahwa ajalnya sudah dekat, kemudian dia berwasiat kepada Yazid bin Muawiyah
agar tetap maju bersamanya untuk menyerang Konstantinopel, dan jika dia mati
agar dikuburkan di posisi paling depan pasukannya.
Tak berapa lama Abu Ayyub pun meninggal dunia,
kemudian saat itulah terjadi pertempuran di Tanjung tanduk emas, dalam
pertempuran melawan tentara Bizantium pasukan kaum muslimin kalah, namun secara
diam-diam mereka berhasil memakamkan jenazah Abu Ayyub Al Anshari di dekat
Benteng Konstantinopel.
Semangat beliaulah yang perlu kita teladani.
Semangatnya memberikan motivasi kepada kita sebagai seorang pemuda. Fisik beliau
yang sudah renta dan lemah tidak menghalangi semangat yang menggelora di dada, ingin
membuktikan Bisyarah Nabi Muhammad Idola beliau.* Suratman, BA

0 komentar:
Posting Komentar