background image

Senin, 06 Mei 2013


Sertifikat Ulama, Perlukah?

Ulama di Indonesia gempar dengan usulan dari (BNPT) Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. Apakah ususlan BNPT sehingga para ulama tidak menyetujuinya, bahkan tak hanya para ulama saja. Masyarakat bawah, mahasiswa, partai politik, maupun anggota dewanpun ikut angkat bicara.
Yah, alasannya adalah sertifikat untuk para ulama. BNPT mengajukan usulan agar pemerintah memberikan sertifikasi kepada para pemuka agama di Indonesia yakni para ulama. BNPT mengajukan usulan ini dikarenakan, banyaknya kasus terorisme di Indonesia ini, yang disinyalir kerana adanya ulama yang menyalah gunakan ilmu yang ia miliki.
Usulan ini menimbulkan pendapat yang berbeda-beda darai berbagai pihak. Pro dan kontra membuat masalah ini mencuat ke permukaan. Jika dilihat dari kacamata Al-Qur’an dan Al Hadits, perlukah sertifikasi tersebut? Jika perlu, siapa yang seharusnya memberikan sertifikasi tersebut?
Sebelum kita melangkah lebih jauh lagi tentang sertifikasi kita melihat dulu siapa sih para ulama itu? pemimpin agama yang bertugas untuk mengayomi, membina dan membimbing umat Islam baik dalam masalah-masalah agama maupum masalah sehari hari yang diperlukan baik dari sisi keagamaan maupun sosial kemasyarakatan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan yang diriwayatkan Abdullah bin ‘Amr ibnul ‘Ash, katanya : Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan mencabutnya dari hamba-hamba. Akan tetapi Dia mencabutnya dengan diwafatkannya para ulama sehingga jika Allah tidak menyisakan seorang alim pun, maka orang-orang mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Kemudian mereka ditanya, mereka pun berfatwa tanpa dasar ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.” (HR. Al-Bukhari no. 100 dan Muslim no. 2673)
Hadits diatas menegaskan bahwa betapa pentingnya ulama di muka bumi ini. Kematian mereka dapat menyesetkan makmumnya, jika mereka salah dalam memimilih seorang pemimpin.
Ternyata ulama itu memiliki peranan yang sangat besar bagi kita. Lalu bagaimana kita menyikapi tentang sertifikat untuk para ulama? Kita lihat pendapat para petinggi agama islam di Indonesia ini.
1.        Ketua Komisi fatwa MUI, KH. Ma’ruf Amin menegaskan predikat ulama didapat dari pengakuan masyarakat, bukan pemerintah. Seseorang disebut ulama jika diakui masyarakat. “Untuk apa sertifikat seperti itu? Sertifikat ulama itu dari masyarakat, bukan dari pemerintah. Jadi, tidak perlu sertifikat seperti itu.” Ungkapnya.
2.        Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD menilai sertifikat ulama sebagai bentuk pelanggaran HAM. Dalam orasi ilmiah di Unv. Hasanuddin ia menyampaikan “Sertifikat ustadz itu berbahaya, di dalam Islam siapapun dapat menjadi ustadz, orang yang mengerti satu ayat saja diharapkan untuk bisa berdakwah. Saya sangat tidak setuju, negara malah menekan rakyatnya, bukan melindungi. Ini melanggar HAM dan harus kita lawan, ini lebih orde baru dari orde baru.”
3.        Dadang Hamdan, Psikolog agama menyatakan bahwa sertfikasi ini memliliki segi positif dan negatif. Segi positifnya dapat menyeleksi para ulama, sehingga mengurangi penipuan berkedok ulama. Sedangkan sisi negatifnya adalah bagaimana jika ulama yang benar-benar dianggap ulama justru tidak mendapat sertifikasi. Yang jelas ulama itu tak sama dengan guru, ulama itu panggilan hati yang datang dari dalam diri seseorangmasing-masing.
4.        Ketua umum DPP FPI, H.M. Riziek Syihab juga ikut angkat bicara. Ia menyatakan bahwa ini tak hanya penghinaan terhadap agaam, tapi ini sudah termasuk pada penistaan agama. Ia menghimbau kepada segenap ulama untuk untuk menolak keras usulan BNPT dan densus88.
5.        Ketua Forum Ulama Umat Indonesia (FU7UI), KH Athian Ali M Da’i menilai ide tersebut semakin memperkeruh hubungan antara kelompok ulama dengan pemerintah. “Ini sudah semakin menyudutkan para ulama. Dengan ide itu seakan-akan para ulama menjadi dalang dari adanya aksi terorisme di Indonesia,” kata Athian Ali kepada Republika
6.        Anggota F-PKS di DPR, Indra, mengecam konsep sertifikasi ulama yang disusulkan BNPT. Dia menjelaskan, sebutan atau gelar kyai, ustadz, buya, tuan guru dan lainnya bagi ulama adalah gelar yang disematkan masyarakat sebagai bentuk pengakuan serta penghormatan kepada seseorang yang dinilai dan diakui keilmuan agamanya. Gelar tersebut datang dengan sendirinya seiring kealiman seseorang berdasarkan pengakuan masyarakat dan bukan gelar yang diberikan pemerintah.
Menurutnya, usulan sertifikasi ulama ini merupakan upaya “mengkriminalisasi-kan” pemikiran-pemikiran seseorang yang bersebrangan dengan kepentingan status quo, terutama  pemikiran yang mengusung Islam.
7.        Sosiolog Universitas Nasional, Nia Elvina, mengusulkan pula agar Kementerian Agama melakukan sertifikasi ulama sehingga mempunyai kredibilitas yang tinggi.
“Jika dosen dan guru pun bisa disertifikasi, apakah tidak mungkin juga dilakukan bagi ulama,” ungkapnya. Menurut Nia, ide sertifikasi ulama ini dianggap penting karena melihat kecenderungan Islam di Indonesia saat ini mengarah pada radikalisme. Tidak jarang ulama yang ada di Indonesia memiliki kredibilitas yang rendah. Nia berpendapat bahwa tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini tidak sedikit ulama-ulama yang ada mempunyai kredibilitas yang rendah. Sebagai contoh ada kasus mantan narapidana, preman atau artis bisa jadi ulama.

Banyak pemimpin organisasi Islam di Indonesia yang tidak setuju dengan usulan BNPT. Jika kita menilik pendapat Nia Elvina “jika guru bisa, kenapa ulama tidak?.” Bisakah ini dijadikan pedoman untuk sertifikasi ulama? Tentu ulama dan guru itu berbeda.
Guru adalah seorang pengajar di sekolah yang memiliki kemampuan berdasarkan latar belakang pendidikan formal minimal berstatus sarjana, dan telah memiliki ketetapan hukum yang syah sebagai guru. Sedangkan ulama adalah gelar yang datang dengan sendirinya seiring kealiman seseorang berdasarkan pengakuan masyarakat. Mereka adalah sederetan orang yang akan menuntun umat kepada cinta dan ridha Allah, menuju jalan yang dirahmati yaitu jalan yang lurus. Tentunya jikapun ada pengangkatan ulama haruslah orang yang benar-benar memahami dan mengimani akan perintah Allah dan utusannya.
Apapun nanti keputusan pemerintah tentang sertifikasi ulama ini, tentunya kita harus bisa menghadapinya dengan mengambil jalan yang telah Allah dan rasul-Nya. Jangan sampai usulan ini menjadikan perpecahan baik untuk umat Islam sendiri maupun untuk umat islam dengan pemerintah.***(maRa_BS)

0 komentar:

Posting Komentar