background image

Senin, 06 Mei 2013

Siti Hajar : Istri Nabi Ibrahim


Pengorbanan Siti Hajar

Nabi Ibrahim dan Siti Sarah sudah lama berumah tangga, namun mereka tidak juga dikurniakan buah hati. Siti Sarah mengharapkan supaya Nabi Ibrahim menikah kembali. Siti Sarah merestui Siti Hajar menjadi istri suaminya. Pada mulanya, Nabi Ibrahim keberatan untuk menikah kembali dengan wanita lain. Namun, Siti Sarah bersikeras dan akhirnya Nabi Ibrahim setuju untuk memperistrikan Siti Hajar.
Pernikahan yang dilakukan Nabi Ibrahim dan Siti Hajar telah membuahkan buah hati dalam rahim Siti Hajar. Nabi Ibrahim sangat gembira dengan kabar tersebut. Ia mengharapkan Siti Sarah turut merasakan kegembiraan atas kehamilan Siti Hajar. Namun, berita kehamilan itu Justru membuatkan Siti Sarah tidak senang.
Kian hari rasa cemburunya kian menebal, terutama selepas kelahiran Ismail, hingga Siti Sarah mengadukan kepada suaminya bahwa ia tak ingin lagi melihat batang hidung Siti Hajar dan anaknya. Ia menyuruh Nabi Ibrahim untuk membawa Siti Hajar dan anaknya pergi jauh, hingga ia tak kan bertemu lagi dengan Siti Hajar.
Nabi Ibrahim dan Siti Hajar serta anak mereka lantas menuju ke Baitul Haram. Nabi Ibrahim membawa istrinya Hajar dan anak semata wayangnya Isma’il menuju suatu lembah yang tidak ada rumput yang tumbuh sekalipun dan hanya meninggalkan air (dalam sebuah riwayat, airnya pun tinggal sedikit).
Setelah Nabi Ibrahim menempatkan anak dan istrinya itu kemudian beliau berbalik badan untuk kembali lagi ke daerah asalnya. Nabi Ibrahim bergegas pulang dengan menitihkan air mata namun beliau tidak menoleh ke belakang walaupun istrinya Hajar berkali-kali memanggil beliau. Nabi Ibrahim tidak memperdulikan panggilan dari isterinya dan tetap melanjutkan langkahnya yang berat.
Hajar mengejar suaminya dan berkata, ”Apakah Allah yang memerintahkan kepadamu untuk melakukan ini?” Ibrahim menjawab pendek, ”Benar.” Maka keluarlah suatu pernyataan dari Hajar yang melukiskan ketegaran dan ketawakalan jiwa beliau. ”Kalau Allah yang memerintakan demikian ini, niscaya Dia tidak akan menyia-nyiakan kami.” Itulah suatu pernyataan yang keluar dari seorang hamba yang menunjukkan kekuatan iman dan ketinggian sikap tawakalnya yang mendapat tarbiyah dari seorang hamba yang pilihan juga, Ibrahim sang Kekasih Allah.
Siti Hajar adalah lambang wanita sejati yang taat kepada suami dan perintah Allah. Segala kesukaran, kepahitan, keresahan yang ditempuh Siti Hajar bersama anak kecilnya, Ismail ketika ditinggalkan Nabi Ibrahim di tengah-tengah padang pasir kering kerontang, adalah lambang kesetiaan dan kepatuhan seorang isteri kepada peraturan suaminya.
Contoh yang ditunjukkan oleh Siti Hajar, yang sanggup menempuh berbagai kesusahan hidup semata-mata kerana ketaatannya terhadap perintah Allah dan suaminya. Hal ini adalah suatu contoh cukup baik untuk diteladani bagi setiap istri yang mendambakan kasih sayang Allah.
Setelah Ibrahim suaminya tercinta berlalu dari pandangannya, Hajar meletakan buah hatinya Isma’il pada tanah pasir, kemudian beliau melihat ke sekelilingnya berharap bertemu dengan suatu kafilah yang lewat yang hendak diminta pertolongannya.
Hajar lalu pergi ke suatu bukit, yakni bukit Shafa. Setelah sampai di bukit,beliau melihat ke sekelilingnya dengan harapan ada orang atau kafilah yang lewat yang ia bisa mintakan pertolongannya. Beliau merasakan tidak adanya tanda-tanda orang atau kafilah yang lewat.
Kemudian beliau turun menuju bukit yang satunya, ketika lewat di depan anaknya Isma’il beliau berjalan agak cepat dan meneruskan jalannya menuju bukit satunya lagi yakni bukit Marwah. Lagi-lagi beliau melihat ke sekelilingnya di atas bukit Marwah itu. Hajar merasakan tidak adanya tanda-tanda orang atau kafilah yang lewat begitu pula dengan tanda-tanda kehidupan.
Perbekalan yang cuma air itu pun sudah hampir habis, demikian pula air susunya pun tidak keluar, beliau sangat panik dan khawatir. Hajar kemudian turun dari bukit Marwah kembali lagi menuju bukit Shafa dengan maksud yang sama. Bingung, gelisah jiwa Hajar saat itu, tidak ada orang yang bisa ia minta bantuannya. Dan lagi sang buah hatinya Isma’il kelihatan sangat kehausan begitu pula dengan dirinya, beliau bertambah panik dan khawatir.
Beliau berlari lagi menuju bukit Shafa berharap semoga bertemu dengan seseorang atau suatu kafilah, merasa tidak menemukan apa-apa kemudian beliau lari lagi menuju bukit Marwah dan seterusnya begitu sebanyak tujuh kali.
Kisah ketabahan Siti Hajar turut mempunyai kaitan dan falsafah penting ketika umat Islam menunaikan ibadat haji sekarang. Karena kisah Siti Hajar inilah, jemaah yang sedang mengerjakan umrah atau haji, mereka dirukunkan selepas tawaf di Batitullah al-Haram, menunaikan sa’i dari bukit Shafa ke bukit Marwah sebanyak tujuh kali. Hal itu dilakukan bertujuan mengingati kembali falsafah penderitaan yang ditanggung Siti Hajar itu.
Maha Suci Allah, yang tidak pernah menyelisihi janji-Nya, sesungguhnya pertolongan Allah sangat dekat. Allah ‘azza wa jalla akan memberikan jalan keluar atau solusi, memberikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka bagi hambanya yang bertaqwa dan bertawakal kepada-Nya. Demikian pula dengan Hajar, istri dari sang kekasih Allah, keduanya adalah hamba Allah yang sangat dekat kepada-Nya.
Di tengah-tengah kekalutan dan kebingungannya, (dalam suatu riwayat) muncullah mata air yang letaknya dekat dengan Isma’il. Melihat hal itu Hajar segera bergegas menuju mata air tersebut dan berkata. ”Zum, zum!” yang artinya ‘berkumpullah’. Hajar kemudian minum dari mata air yang diberkahi dan memberikan pula kepada anaknya Isma’il minum dari air tersebut, Hajar sangat bersyukur sekali atas karunia dari Allah subhanahu wa ta’alla tersebut.
Pertolongan Allah ‘azza wa jalla tidak berhenti sampai di situ saja, selang tidak seberapa lama munculah suatu kafilah yang berjalan menuju tempat Hajar beserta anaknya. Kafilah itu meminta izin kepada Hajar untuk mengambil air Zam-zam itu dan mereka pun bermaksud untuk tinggal bersama dengan Hajar. Hajar tentu saja sangat senang dan menyambut gembira tawaran baik tersebut, beliau akhirnya tidak sendirian lagi.
Inilah gambaran sorang wanita muslim yang selalu taat kepada Allah. Ia percaya bahwa Allah tidak akan menguji hambanya di luar batas kemampuannya. Maka dari itu ia selalu taat dengan apa yang diperintahkan-Nya. Keyakinan bahwa, jika ia berhasil melewati ujian itu dengan baik, maka Allah akan memberikan balasan yang sepadan dengan apa yang telah ia jalankan bahkan mungkin lebih dari itu.
Hikmah lain yang dapat kita ambil dari perjalanan ini adalah dalam menikmati sebuah proses dalam kehidupan diperlukan kesabaran yang bukan berarti diam. Dengan berlarinya Hajar di antara shafa dan marwa, adalah bentuk ketakwaan yang ditunjukkan melalui satu upaya (ikhtiar) sebatas yang bisa dilakukan oleh dirinya pada sat itu.

1 komentar: